Home »
Arsip untuk November 2012
SEJARAH DINAMIKA ISRAEL


Seperti
kita ketahui, negara Israel yang berdiri pada tahun 1948 sepenuhnya
mendapat dukungan Inggris, setelah 30 tahun sebelumnya didahului oleh
Deklarasi Balfour November 1917 yang menyatakan bahwa pada suatu saat
negara Zionisme harus menjadi kenyataan.
Arthur James Balfour
(1848 – 1930) dari Partai Konservatif, pernah menjabat perdana menteri
Inggris dan sebagai menteri luar negeri pada saat Deklarasi Balfour itu
dikeluarkan. Isi pokok deklarasi ini adalah sebuah janji bahwa di tanah
Pelestina akan didirikan sebuah negara Zionisme.
Balfour telah
berupaya mendapat sokongan dari beberapa negara Barat, khususnya Amerika
Serikat untuk proyek itu. Dengan demikian, Inggris sangat berjasa bagi
berdirinya negara Israel ditengah bangsa Arab yang sering tak berdaya
karena perpecahan yang selalu saja melanda dunia Arab.
John Rose,
dosen sosiologi pada Southwork College dan Universitas Metropolitan
London, yang menentang terhadap proyek Zionisme yang ekspansionisme
dengan mengorbankan orang Arab setengah abad yang lalu, menyatakan dalam
tulisannya (dalam artikelnya berjudul “Why Zionism is Wrong”):
“Ideologi resmi negara Israel, Zionisme, telah menjadi malapetaka, baik
bagi orang Yahudi maupun bagi orang Arab, yang mengabaikan sejarah hidup
berdampingan secara damai yang pada masa dulu merupakan norma di
seluruh Timur Tengah. Zionisme mengklaim bahwa orang Yahudi punya hak
untuk kembali ketanah itu dimana agama mereka, Yudaisme, berakar, dengan
tujuan menciptakan sebuah negara Yahudi eksklusif. Tanah Palestina
adalah sebuah pusat penting dari 3 agama monoteisme yang akarnya
terdapat di Timur Tengah : Yudaisme, Kristen dan Islam. Tak satupun di
antara mereka dapat menyatakan klaim ekslusif sebagai pemilik tanah
itu.”
Rose membantah klaim Zionisme yang mengaku bahwa Imperium
Romawi telah meruntuhkan kuil Yahudi di Yerusalem pada tahun 70 M.
Kenyataannya, sebagian besar orang Yahudi sudah tinggal di luar tanah
Palestina pada masa Imperium Romawi itu. Sepanjang masa Imperium Romawi
dan sesudahnya, diaspora Yahudi telah berkembang. Terdapat, misalnya,
pusat kerajinan tangan mereka di kota Iskandaria, Mesir, jauh sebelum
berdirinya Imperium Romawi. Juga terdapat pusat agama Yahudi di
Babilonia, mulai 500 tahun sebelum Imperium Romawi dan masih berlangsung
ratusan tahun sesudah itu. Kehidupan orang Yahudi di lingkungan
non-Yahudi telah membentuk basis yang real dan dinamis bagi sejarah
Yahudi.
Di Eropa, diabad pertengahan umat Kristen telah
membinasakan orang-orang Yahudi karena alasan agama dan ekonomi. Di abad
pertengahan tersebut, orang Yahudi punya peran dagang ekonomi yang
istimewa. Mereka tak diizinkan punya tanah, tetapi sebagai pedagang dan
saudagar, mereka melayani ekonomi feodal yang tertutup. Penguasa Kristen
Eropa telah menggunakan dan menyalahgunakan mereka. Tidak jarang orang
Yahudi diberi hak istimewa dan ini telah memicu keresahan di kalangan
petani. Juga, ini berarti bahwa orang-orang Yahudi telah dijadikan
kambing hitam terbaik bagi penguasa bila saja pemerasan mereka atas
petani menimbulkan kerusuhan dan kegoncangan yang meluas. Protes
anti-Semitisme (anti Yahudi) marak di mana-mana.
Era pencerahan
dan revolusi-revolusi Amerika dan Perancis pada abad ke-18 telah
meletakkan dasar dalam mengatasi kecenderungan anti-Semitisme.
Revolusi-revolusi ini telah menjamin hak-hak sama yang resmi bagi
orang-orang Yahudi, sekalipun mereka harus berjuang untuk
pelaksanaannya. Gesekan kreatif antara Yudaisme yang terbebaskan dan
Gerakan Pencerahan telah melahirkan pemikiran (minds) besar Eropa abad
ke-19 dan awal abad ke-20, seperti Karl Marx, Sigmund Freud, dan Albert
Einstein. Kultur Eropa telah diperkaya oleh sumbangan tokoh-tokoh Yahudi
itu.
Akar Zionisme yang berkembang kemudian semula berawal di
Eropa Timur. Di akhir abad ke-19, lebih dari separuh orang Yahudi
sedunia hidup di tengah-tengah imperium Tsar Rusia yang sedang oleng.
Modernisasi Eropa menantang penguasa-penguasa feodal ini. Revolusi
mengancam untuk menghabisi mereka dan orang-orang Yahudi dijadikan
kambing hitam.
Tsar Rusia telah berlaku kejam terhadap orang
Yahudi. Maka dimulailah orang-orang Yahudi pindah ke Eropa Barat dan
Amerika. Tetapi, di antara mereka ada kelompok kecil yang menerima
imbauan yang sedang muncul dari kaum Zionis (untuk mendirikan negara
Zionisme di tanah Palestina), sehingga pergilah mereka ke Palestina.
Dengan
kejadian ini bermulailah sebuah sejarah panjang yang kemudian
berdarah-darah antara Yahudi di Palestina dan bangsa Arab. Sampai di
awal abad ke 21 ini, perdamaian abadi belum menjadi kenyataan di kawasan
itu. Amerika dan Eropa Barat punya kepentingan strategis terhadap
negara Zionis Israel.
Pendatang Yahudi dari Eropa Timur ini
merupakan inti pendudukan Zionis di Palestina. John Rose menulis:
“Zionisme adalah sebuah gerakan kolonial yang didukung oleh
kekuatan-kekuatan imperial Barat.”
Pendatang-pendatang Zionis
mulailah menggusur petani-petani Arab yang telah mengerjakan tanah
selama berabad-abad di sana. Zionisme adalah juga sebuah proyek
imperialisme Barat. Inggris menduduki Palestina sebagai buah
kemenangannya dalam Perang Dunia I. Winston Churchil pada tahun 1921
mengatakan : “Zionisme baik bagi Yahudi dan baik bagi Imperium Inggris.”
Pasca-Perang
Dunia (PD) II, Amerika Serikat telah menjadi kekuatan dominan di
kawasan itu, dan selalu mendukung Israel. Presiden Ronald Reagen tahun
1981 menjelaskan: “Dengan sebuah militer yang berpengalaman tempur,
Israel adalah sebuah kekuatan di Timur Tengah yang sungguh bermanfaat
bagi kita. Sekiranya tidak ada Israel dengan kekuatan itu, kita harus
menyuplainya dengan kekuatan sendiri !”
Di akhir abad ke-20,
Amerika telah mengucurkan dana sebesar 100 miliar dolar AS demi
mendukung Israel. Karena dukungan dahsyat inilah Israel tetap bertahan,
tetapi untuk berapa lama ?
Usai PD II, pihak Zionis menjadikan
peristiwa pembinasaan Nazi terhadap orang-orang Yahudi di Eropa sebagai
pembenaran terbentuknya negara Israel tahun 1948. Ini samasekali tidak
dapat dibenarkan. Nazi yang punya ulah, mengapa tanah Palestina yang
dikorbankan ? Pada saat itu hampir 1 juta rakyat Palestina dipaksa
meninggalkan tanah airnya bagi terwujudnya negara Israel itu. Dengan
kata lain, rakyat Palestina diharuskan membayar ongkos pembunuhan Nazi
terhadap Yahudi. Cara yang semacam ini tidak lain adalah penyalahgunaan
memori yang serius terhadap salah satu kejahatan yang paling buruk dalam
sejarah !
Struktur negara Zionis menghalangi sebuah perdamaian
yang wajar karena ia memberikan keistimewaan kepada orang Yahudi atas
pengorbanan orang Arab. Hubungan Arab-Yahudi jauh lebih baik sebelum
kedatangan pendukung Zionis, sebuah pelajaran yang dapat dipetik dari
masa lampau. Bahkan, seorang sarjana sayap kanan Yahudi, Bernard Lewis,
mengakui apa yang disebutnya “simbiosis” Arab Islam-Yahudi pada puncak
peradaban Islam, sebuah hubungan yang subur antara kedua bangsa dan
sebuah kultur “Islamic-Judeo” telah terbentuk.
Di Irak misalnya,
pasca-PD II, ada pemberontakan massal, al-Wathbah/Lompatan, terhadap
pemerintahan monarkis boneka. Tidak sedikit anak muda Yahudi Irak yang
terlibat dalam pemberontakan itu, bahkan kaum Zionis mengakui “era
persaudaran” ini, sedangkan gagasan untuk pindah ke Palestina pada waktu
itu masih terlihat “jauh”. Amat disayangkan, pemberontakan ini
dikalahkan, kemudian kaum Zionis, Amerika, Inggris, dan pemerintah Irak
memaksa penduduk kuno Yahudi itu hijrah ke Israel. Ini adalah tragedi
yang hanya sedikit dikenal pada abad yang lalu.
Di awal abad
lalu, tidak kurang dari sepertiga di antara 100 pemusik puncak Irak
adalah orang Yahudi. Bukankah semuanya ini sedikit dapat dijadikan sinar
untuk meneropong masa depan yang sangat berbeda ?
Banyak orang
berharap bahwa Amerika di bawah pemerintahan Barack Obama akan mau
belajar secara cerdas dan jernih dalam upaya turut menciptakan sebuah
dunia yang lebih damai, termasuk penyelesaian sengketa Arab-Israel.
Jelas tidak mudah karena trauma sejarah yang begitu gelap telah
menghantui dunia Arab yang selalu merasa ditipu pihak Barat dan Zionis.
Sisi
lain, perpecahan yang terus melanda dunia Arab pasti menguntungkan
pihak Zionis untuk terus bercokol di tanah Palestina. Tetapi, siapa tahu
dengan pendapat (tulisan) dari John Rose di atas, dunia beradap akan
tersentak, karena ternyata hubungan Arab-Yahudi pra-Zionime pernah bagus
dan saling mengisi.
Tanah Palestina yang dirampas Israel mulai tahun 1946 – 2000


Zionisme
adalah sebuah gerakan politik internasional kaum Yahudi yang tersebar
di seluruh dunia untuk membangun kembali tanah air mereka di tanah
Palestina (bahasa Yahudi: Eretz Yisra’el).
Gerakan politik zionis
pertama kali dirintis pada akhir abad 19 oleh seorang jurnalis Yahudi
Austria, Mathias Acher (1864-1937), dengan tujuan membangkitkan semangat
orang-orang Yahudi di perantauan (migrant) untuk mewujudkan “Tanah Air
Yang Dijanjikan” (Promised Land).
Gerakan ini di organisasi oleh
beberapa tokoh Yahudi lainnya seperti Dr Theodor Herrzl dan Dr. Chaim
Weizmann. Dr. Theodor Herzl menyusun doktrin Zionisme sejak 1882 yang
kemudian disistematisasikan dalam bukunya “Der Juden” (Negara Yahudi)
(1896).
Doktrin ini dikonkritkan melalui Kongres Zionis Sedunia
pertama di Basel, Swiss, tahun 1897. Setelah berdirinya negara Israel
pada tanggal 15 Mei 1948, maka tujuan kaum zionis berubah menjadi
pembela negara baru ini. Hampir 40% dari seluruh penduduk Yahudi di
dunia berada di negara Israel.
SUMBER :
Dicuplik
dan diedit dari artikel berjudul “John Rose tentang Zionisme” oleh
Ahmad Syafii Maarif, harian Republika - 9 dan 16 Desember 2008.
Wikipedia. http://www.nytimes.com/slideshow/2008/12/27/world/20081227-gaza_index.html
Mimin Opers
12:43 AM
Admin
Bandung Indonesia
SEJARAH DINAMIKA ISRAEL


Seperti
kita ketahui, negara Israel yang berdiri pada tahun 1948 sepenuhnya
mendapat dukungan Inggris, setelah 30 tahun sebelumnya didahului oleh
Deklarasi Balfour November 1917 yang menyatakan bahwa pada suatu saat
negara Zionisme harus menjadi kenyataan.
Arthur James Balfour
(1848 – 1930) dari Partai Konservatif, pernah menjabat perdana menteri
Inggris dan sebagai menteri luar negeri pada saat Deklarasi Balfour itu
dikeluarkan. Isi pokok deklarasi ini adalah sebuah janji bahwa di tanah
Pelestina akan didirikan sebuah negara Zionisme.
Balfour telah
berupaya mendapat sokongan dari beberapa negara Barat, khususnya Amerika
Serikat untuk proyek itu. Dengan demikian, Inggris sangat berjasa bagi
berdirinya negara Israel ditengah bangsa Arab yang sering tak berdaya
karena perpecahan yang selalu saja melanda dunia Arab.
John Rose,
dosen sosiologi pada Southwork College dan Universitas Metropolitan
London, yang menentang terhadap proyek Zionisme yang ekspansionisme
dengan mengorbankan orang Arab setengah abad yang lalu, menyatakan dalam
tulisannya (dalam artikelnya berjudul “Why Zionism is Wrong”):
“Ideologi resmi negara Israel, Zionisme, telah menjadi malapetaka, baik
bagi orang Yahudi maupun bagi orang Arab, yang mengabaikan sejarah hidup
berdampingan secara damai yang pada masa dulu merupakan norma di
seluruh Timur Tengah. Zionisme mengklaim bahwa orang Yahudi punya hak
untuk kembali ketanah itu dimana agama mereka, Yudaisme, berakar, dengan
tujuan menciptakan sebuah negara Yahudi eksklusif. Tanah Palestina
adalah sebuah pusat penting dari 3 agama monoteisme yang akarnya
terdapat di Timur Tengah : Yudaisme, Kristen dan Islam. Tak satupun di
antara mereka dapat menyatakan klaim ekslusif sebagai pemilik tanah
itu.”
Rose membantah klaim Zionisme yang mengaku bahwa Imperium
Romawi telah meruntuhkan kuil Yahudi di Yerusalem pada tahun 70 M.
Kenyataannya, sebagian besar orang Yahudi sudah tinggal di luar tanah
Palestina pada masa Imperium Romawi itu. Sepanjang masa Imperium Romawi
dan sesudahnya, diaspora Yahudi telah berkembang. Terdapat, misalnya,
pusat kerajinan tangan mereka di kota Iskandaria, Mesir, jauh sebelum
berdirinya Imperium Romawi. Juga terdapat pusat agama Yahudi di
Babilonia, mulai 500 tahun sebelum Imperium Romawi dan masih berlangsung
ratusan tahun sesudah itu. Kehidupan orang Yahudi di lingkungan
non-Yahudi telah membentuk basis yang real dan dinamis bagi sejarah
Yahudi.
Di Eropa, diabad pertengahan umat Kristen telah
membinasakan orang-orang Yahudi karena alasan agama dan ekonomi. Di abad
pertengahan tersebut, orang Yahudi punya peran dagang ekonomi yang
istimewa. Mereka tak diizinkan punya tanah, tetapi sebagai pedagang dan
saudagar, mereka melayani ekonomi feodal yang tertutup. Penguasa Kristen
Eropa telah menggunakan dan menyalahgunakan mereka. Tidak jarang orang
Yahudi diberi hak istimewa dan ini telah memicu keresahan di kalangan
petani. Juga, ini berarti bahwa orang-orang Yahudi telah dijadikan
kambing hitam terbaik bagi penguasa bila saja pemerasan mereka atas
petani menimbulkan kerusuhan dan kegoncangan yang meluas. Protes
anti-Semitisme (anti Yahudi) marak di mana-mana.
Era pencerahan
dan revolusi-revolusi Amerika dan Perancis pada abad ke-18 telah
meletakkan dasar dalam mengatasi kecenderungan anti-Semitisme.
Revolusi-revolusi ini telah menjamin hak-hak sama yang resmi bagi
orang-orang Yahudi, sekalipun mereka harus berjuang untuk
pelaksanaannya. Gesekan kreatif antara Yudaisme yang terbebaskan dan
Gerakan Pencerahan telah melahirkan pemikiran (minds) besar Eropa abad
ke-19 dan awal abad ke-20, seperti Karl Marx, Sigmund Freud, dan Albert
Einstein. Kultur Eropa telah diperkaya oleh sumbangan tokoh-tokoh Yahudi
itu.
Akar Zionisme yang berkembang kemudian semula berawal di
Eropa Timur. Di akhir abad ke-19, lebih dari separuh orang Yahudi
sedunia hidup di tengah-tengah imperium Tsar Rusia yang sedang oleng.
Modernisasi Eropa menantang penguasa-penguasa feodal ini. Revolusi
mengancam untuk menghabisi mereka dan orang-orang Yahudi dijadikan
kambing hitam.
Tsar Rusia telah berlaku kejam terhadap orang
Yahudi. Maka dimulailah orang-orang Yahudi pindah ke Eropa Barat dan
Amerika. Tetapi, di antara mereka ada kelompok kecil yang menerima
imbauan yang sedang muncul dari kaum Zionis (untuk mendirikan negara
Zionisme di tanah Palestina), sehingga pergilah mereka ke Palestina.
Dengan
kejadian ini bermulailah sebuah sejarah panjang yang kemudian
berdarah-darah antara Yahudi di Palestina dan bangsa Arab. Sampai di
awal abad ke 21 ini, perdamaian abadi belum menjadi kenyataan di kawasan
itu. Amerika dan Eropa Barat punya kepentingan strategis terhadap
negara Zionis Israel.
Pendatang Yahudi dari Eropa Timur ini
merupakan inti pendudukan Zionis di Palestina. John Rose menulis:
“Zionisme adalah sebuah gerakan kolonial yang didukung oleh
kekuatan-kekuatan imperial Barat.”
Pendatang-pendatang Zionis
mulailah menggusur petani-petani Arab yang telah mengerjakan tanah
selama berabad-abad di sana. Zionisme adalah juga sebuah proyek
imperialisme Barat. Inggris menduduki Palestina sebagai buah
kemenangannya dalam Perang Dunia I. Winston Churchil pada tahun 1921
mengatakan : “Zionisme baik bagi Yahudi dan baik bagi Imperium Inggris.”
Pasca-Perang
Dunia (PD) II, Amerika Serikat telah menjadi kekuatan dominan di
kawasan itu, dan selalu mendukung Israel. Presiden Ronald Reagen tahun
1981 menjelaskan: “Dengan sebuah militer yang berpengalaman tempur,
Israel adalah sebuah kekuatan di Timur Tengah yang sungguh bermanfaat
bagi kita. Sekiranya tidak ada Israel dengan kekuatan itu, kita harus
menyuplainya dengan kekuatan sendiri !”
Di akhir abad ke-20,
Amerika telah mengucurkan dana sebesar 100 miliar dolar AS demi
mendukung Israel. Karena dukungan dahsyat inilah Israel tetap bertahan,
tetapi untuk berapa lama ?
Usai PD II, pihak Zionis menjadikan
peristiwa pembinasaan Nazi terhadap orang-orang Yahudi di Eropa sebagai
pembenaran terbentuknya negara Israel tahun 1948. Ini samasekali tidak
dapat dibenarkan. Nazi yang punya ulah, mengapa tanah Palestina yang
dikorbankan ? Pada saat itu hampir 1 juta rakyat Palestina dipaksa
meninggalkan tanah airnya bagi terwujudnya negara Israel itu. Dengan
kata lain, rakyat Palestina diharuskan membayar ongkos pembunuhan Nazi
terhadap Yahudi. Cara yang semacam ini tidak lain adalah penyalahgunaan
memori yang serius terhadap salah satu kejahatan yang paling buruk dalam
sejarah !
Struktur negara Zionis menghalangi sebuah perdamaian
yang wajar karena ia memberikan keistimewaan kepada orang Yahudi atas
pengorbanan orang Arab. Hubungan Arab-Yahudi jauh lebih baik sebelum
kedatangan pendukung Zionis, sebuah pelajaran yang dapat dipetik dari
masa lampau. Bahkan, seorang sarjana sayap kanan Yahudi, Bernard Lewis,
mengakui apa yang disebutnya “simbiosis” Arab Islam-Yahudi pada puncak
peradaban Islam, sebuah hubungan yang subur antara kedua bangsa dan
sebuah kultur “Islamic-Judeo” telah terbentuk.
Di Irak misalnya,
pasca-PD II, ada pemberontakan massal, al-Wathbah/Lompatan, terhadap
pemerintahan monarkis boneka. Tidak sedikit anak muda Yahudi Irak yang
terlibat dalam pemberontakan itu, bahkan kaum Zionis mengakui “era
persaudaran” ini, sedangkan gagasan untuk pindah ke Palestina pada waktu
itu masih terlihat “jauh”. Amat disayangkan, pemberontakan ini
dikalahkan, kemudian kaum Zionis, Amerika, Inggris, dan pemerintah Irak
memaksa penduduk kuno Yahudi itu hijrah ke Israel. Ini adalah tragedi
yang hanya sedikit dikenal pada abad yang lalu.
Di awal abad
lalu, tidak kurang dari sepertiga di antara 100 pemusik puncak Irak
adalah orang Yahudi. Bukankah semuanya ini sedikit dapat dijadikan sinar
untuk meneropong masa depan yang sangat berbeda ?
Banyak orang
berharap bahwa Amerika di bawah pemerintahan Barack Obama akan mau
belajar secara cerdas dan jernih dalam upaya turut menciptakan sebuah
dunia yang lebih damai, termasuk penyelesaian sengketa Arab-Israel.
Jelas tidak mudah karena trauma sejarah yang begitu gelap telah
menghantui dunia Arab yang selalu merasa ditipu pihak Barat dan Zionis.
Sisi
lain, perpecahan yang terus melanda dunia Arab pasti menguntungkan
pihak Zionis untuk terus bercokol di tanah Palestina. Tetapi, siapa tahu
dengan pendapat (tulisan) dari John Rose di atas, dunia beradap akan
tersentak, karena ternyata hubungan Arab-Yahudi pra-Zionime pernah bagus
dan saling mengisi.
Tanah Palestina yang dirampas Israel mulai tahun 1946 – 2000


Zionisme
adalah sebuah gerakan politik internasional kaum Yahudi yang tersebar
di seluruh dunia untuk membangun kembali tanah air mereka di tanah
Palestina (bahasa Yahudi: Eretz Yisra’el).
Gerakan politik zionis
pertama kali dirintis pada akhir abad 19 oleh seorang jurnalis Yahudi
Austria, Mathias Acher (1864-1937), dengan tujuan membangkitkan semangat
orang-orang Yahudi di perantauan (migrant) untuk mewujudkan “Tanah Air
Yang Dijanjikan” (Promised Land).
Gerakan ini di organisasi oleh
beberapa tokoh Yahudi lainnya seperti Dr Theodor Herrzl dan Dr. Chaim
Weizmann. Dr. Theodor Herzl menyusun doktrin Zionisme sejak 1882 yang
kemudian disistematisasikan dalam bukunya “Der Juden” (Negara Yahudi)
(1896).
Doktrin ini dikonkritkan melalui Kongres Zionis Sedunia
pertama di Basel, Swiss, tahun 1897. Setelah berdirinya negara Israel
pada tanggal 15 Mei 1948, maka tujuan kaum zionis berubah menjadi
pembela negara baru ini. Hampir 40% dari seluruh penduduk Yahudi di
dunia berada di negara Israel.
SUMBER :
Dicuplik
dan diedit dari artikel berjudul “John Rose tentang Zionisme” oleh
Ahmad Syafii Maarif, harian Republika - 9 dan 16 Desember 2008.
Wikipedia. http://www.nytimes.com/slideshow/2008/12/27/world/20081227-gaza_index.html